Langsung ke konten utama

14 Kesalahan Umum Mahasiswa Dalam Belajar




Sumber gambar
 

Tulisan ini saya kembangkan dari tulisan salah satu pakar pendidikan yang juga dosen pendahulu di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Namanya Bapak Oemar Hamalik. Sekalipun point-point yang dituangkannya tidak disebutkan hasil riset yang mendalam, namun saya menduga intisari berikut ini dihasilkan melalui proses observasi dan pengalaman beliau selama mengajar. Berdasarkan pengalaman saya sendiri point-point yang beliau utarakan masih relevan dengan beberapa kondisi saat ini.

Dalam bukunya yang berjudul Metoda Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar beliau mengungkapkan beberapa kesalahan umum yang biasa dilakukan oleh mahasiswa dalam belajar. Keempat belas point yang beliau maksud adalah sebagai berikut;
1.      Belajar asal belajar tanpa mengetahui untuk apa dan apa tujuan yang hendak dicapainya. Kesalahan ini boleh jadi kita sendiri merasakannya. Datang ke kelas, diskusi dengan teman, mengerjakan tugas dosen, semuanya hanya dilakukan, tanpa disadari sepenuh hati, apa tujuan dari proses belajar yang dilakukannya.

2.      Tidak memiliki motive yang murni atau mungkin belajar tanpa motive tertentu. Seseorang yang belajar hanya sekedar melakukan saja. Tanpa disertai dengan motif instrinsik yang kuat tentu akan berbeda hasilnya dengan seseorang yang belajar disertai dengan motif yang kuat. Motif adalah dorongan atau sesuatu yang memotivasi kita melakukan sesuatu. Semakin kuat motif dalam belajar maka semakin giat kita melakukannya, semakin sungguh-sungguh. Apapun yang terjadi, halangan, rintangan pasti akan dilewati. Sekalipun hujan deras menghalangi keberangkatan ke kampus, ke perpus, ketika sudah tertanam motif yang kuat maka ia akan tetap mengusahakan untuk berangkat.

3.      Belajar dengan kepala kosong, tidak menyadari pengalaman-pengalaman belajarnya masa lampau atau yang telah dia pelajari. Pengalaman belajar di masa lalu seharusnya dihadirkan dalam proses belajar saat ini. Karena dalam pandangan konstruktivisme sesungguhnya pengetahuan yang dimiliki seseorang pada hakikatnya merupakan buah akumulasi dari pengalaman-pengalaman yang telah lalu. Dengan demikian dalam proses belajar. Kita harus berupaya untuk selalu menghadirkan pengalaman-pengalaman masa lalu untuk menunjang pencapaian tujuan belajar saat ini dan begitupula pengalaman belajar selanjutnya.

4.      Menganggap bahwa belajar sama dengan menghafal. Kesalahanan ini sangat fatal namun kadang tidak dipahami secara mendalam. Seseorang berpendapat bahwa belajar sejarah, biologi, hukum itu belajar hafalan, memang ada sebagian dari proses belajarnya yang mengharuskan kita menghafal beberapa konsep, hukum, teori dan lain-lain. Namun pada hakikatnya proses belajar itu sangat luas dan bukan hanya sekedar menghapal. Untuk menguasai suatu ilmu maka prosesnya bisa dimulai dari memahami, melakukan, menilai sampai menciptakan sesuatu yang baru.

5.      Mentafsirkan bahwa belajar semata-mata hanya untuk memperoleh pengetahuan saja, dalam arti pengetahun yang sebanyak-banyaknya. Kesalahan ini harus diselesaikan melalui pemahaman bahwa sekalipun jumlah sel otak manusia itu sangat banyak dan dapat menampung miliaran informasi. Namun mengingat banyak faktor yang dapat mengurangi peran dari sel otak, maka kita harus faham bahwa belajar bukan sekedar memperoleh pengetahuan yang banyak. Pengetahuan hanya bagian kecil dari proses berpikir. Bahkan masuknya pada kategori lower other thinking. Dengan demikian dalam proses belajar di samping kita dapat menyerap pengetahuan, maka tidak kalah penting adalah kita mengendapkan apa yang kita pelajari, kemudian mensintesis, menilai dengan wawasan kita sebelumnya lalu melatih untuk melakukan dan menciptakan sesuatu yang baru dari apa yang baru saja kita pelajari.

6.      Belajar tanpa adanya konsentrasi pikiran. Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami dan menyerap informasi. Dengan demikian dalam proses belajar kita harus mengondisikan pikiran kita untuk tetap fokus pada objek yang sedang kita pelajari. Biasakan untuk bertindak fokus. Ketika sedang melakukan A, maka tidak perlu sambil memikirkan B, demikian seterusnya. Mengapa demikian? Karena pada saat kita multi thinking dan multi doing, pada hakikatnya kita sedang membagi fokus dan kemampuan terbaik kita. Sehingga hasilnya tidak akan lebih baik dibanding ketika kita melakukan sesuatu dengan konsentrasi yang penuh.

7.      Belajar tanpa rencana dan melakukan perbuatan belajar asal ada keinginan yang bersifat insidentil saja. Budaya belajar memang belum menjadi sesuatu yang disenangi oleh sebagian mahasiswa. Hal ini tidak terlepas dari pola yang terbangun sejak dini. Dalam beberapa kesempatan kuliah saya coba secara mendadak mengondisikan mahasiswa seolah-olah pada saat itu akan dilakukan quis, ulangan, dan sejenisnya. Rata-rata respon mahasiswa adalah kaget dan cenderung keberatan. Barangkali kita dapat mengingat moment ketika masih di SD, atau SMP. Pada saat guru bilang “anak-anak hari ini tidak ada pembelajaran, para guru sedang ada rapat”, sudah dapat ditebak respon yang muncul dari para siswa “horeeey, makasih ibu, jadi kami bisa main kan bu”. Fenomena tersebut menunjukan bahwa proses belajar itu belum menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan sebagian besar kita. Tentu hal ini perlu kita ubah. Dengan demikian kita harus menyadari bahwa belajar adalah kebutuhan bukan hanay sekedar tuntutan akademik karena kita sekolah atau kuliah. Belajar harus direncanakan, dilakukan kapan saja, dimana saja dengan siapa saja melalui apa saja.

8.      Terlalu mengutamakan sesuatu mata kuliah saja dan mengabaikan mata kuliah liannya dengan berbagai alasan yang tidak rasional. Kesalahan ini masih saja nampak pada beberapa kalangan mahasiswa. Alasannya bisa karena tidak suka dengan mata kuliahnya yang dianggap terlalu berat, atau tidak suka dengan dosennya terlalu perpectionist. Kesahalan ini seharusnya tidak muncul ketika masing-masing pembelajar sudah membiasakan berpikir dan bertindak rasional. Dengan kesadarannya ia membangun rasa butuh pada setiap mata kuliah, pada setiap ilmu, pada setiap topik yang dapat menunjang visi hidupnya.

9.      Segan belajar bahasa asing dan terlebih-lebih lagi segan membuka kamus. Salah satu kesalahan yang juga nampak disebagian besar mahasiswa adalah rasa tidak suka pada bahan rujukan berbahasa asing. Dalam setiap tugas artikel, makalah, bahkan bahan kuliah, saya selalu mewajidkan adanya sumber dari rujukan bahasa asing baik dari buku, e-book, jurnal, proceeding, dan sebagainya. Beberapa mahasiswa masih menampakkan muka yang kurang tertarik. Bahkan dalam beberapa tugas yang saya review masih saya temukan yang tidak menyertakan satupun rujukan asing. Padahal sesungguhnya rujukan asing bukan sesuatu yang menyulitkan. Sedikit demi sedikit dapat disiasati, semakin sering bertemu dan berinteraksi dengan sesuatu yang asing, lama kelamaan akan familiar juga.

10.  Baru melakukan perbuatan belajar setelah dekat sekali dengan waktu akan diadakan tentamen atau ujian, sehingga memperkosa dirinya tanpa mengenal waktu dan tenaga. Ini salah satu kesahalan yang umum terjadi di hampir kebanyakan mahasiswa pada berbagai jenjang. Kebiasaan kurang baik tersebut merupakan buah dari proses belajar yang kurang baik. Pada dasarnya apabila seseorang belajar cara dan metode yang baik, lalu ia menyimpan pengalaman belajarnya dalam pengalaman sehari-hari, maka ia akan dapat memaknai apa yang dipelajarinya kemudian akan dapat dituangkan pada saat ujian dengan bahasa sendiri. Perlu diketahui kebiasaan sistem kebut semalam (SKS) ataupun sistem kebut sejam (SKS) itu bukanlah strategi yang baik dalam mempersiapkan diri mengikuti ujian. Proses menjejali otak dengan informasi yang banyak dalam waktu yang singkat justru dapat berdampak tidak baik untuk daya ingat dan daya pikir kita.

11.  Membuang-buang waktu dalam kegiatan di luar pelajaran. Ada yang menarik dalam salah satu pertemuan dikelas. Seorang dosen senior pernah bertanya kepada mahasiswa berapa rata-rata waktu tidur dalam setiap malamnya. Dari hasil jawaban mahasiswa diperoleh angka rata-rata 7 jam dari setiap malam, maka dalam satu tahun mahasiswa menghabiskan waktunya untuk tidur selama 2.555 jam atau 106 hari. Dengan demikian seorang mahasiswa yang dapat menyelesaikan masa studinya selama 4 tahun, maka akan ada 425 hari yang dihabiskan untuk tidur, atau sebanyak 29,1% masa studi jenjang sarjana digunakan untuk tidur. Selanjutnya apabila masing-masing mahasiswa dalam satu hari hanya menggunakan waktu 8 jam untuk murni belajar, maka dari 4 tahun hanya 33,3% waktu yang digunkannya untuk belajar. Dengan demikian waktu yang tersisa diluar kebutuahn belajar dan tidur sebanyak 37,6%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut seorang mahasiswa sejak meninggalkan rumahnya atau kampung halamannya untuk melaksanakan tugas kuliah sarjana hanya menghabiskan 33,3 % waktu totalnya untuk belajar. selebihnya 29,1% untuk tidur dan 37,6% untuk main.  

12.  Bersikap pasif dalam kuliah, diskusi dan belajar bersama. Kesalahan ini sering nampak pada beberapa kelas yang saya dampingi saat ini. Pasifnya mahasiswa dalam belajar terjadi karena beberapa faktor, pertama kurangnya motif internal untuk belajar, kedua kurangnya nuansa belajar yang kompetitif, ketiga kurang kreatifnya dosen dalam mengelola kelas dan mendesain perkuliahan dan ke empat kurangnya wawasan awal mahasiswa terhadap topik yang didiskusikan, sehingga mereka baru tahu apa yang dipelajari pada saat bertatap muka di dalam kelas. Atas dasar itulah saya mencoba melakukan pendekatan yang inovatif untuk merangsang tingkat partisipasi belajar mahasiswa melalui pendekatan penilaian otentik dan evaluasi berbasis proses pembelajaran. Sejak awal perkuliahan saya sampaikan bahwa setiap mahasiswa wajib membuat artikel dari setiap topik perkulaihan dalam satu semester. Artikel dibuat sebelum pertemuan tatap muka, diketik dengan minimal satu rujukan asing, kemudian dipublikasikan baik melalui blog, website, surat kabar, buletin maupun situs-situs sosial media yang berbasis ilmiah. Di samping itu pada saat perkuliahan saya terapkan penilaian pada aspek partisipasi dan sumbangsih pemikiran di dalam proses diskusi. Hasilnya cukup menggembirakan, dalam setiap sesi diskusi muncul beberapa mahasiswa yang bertanya dan beradu argumen. Bahkan kadang waktu yang tersedia tidak cukup untuk mendiskusikan pertanyaan yang muncul.  

13.  Kencenderungan untuk mengasingkan diri atau mengisolasikan diri dalam hal belajar. Kesalahan ini biasanya dialami oleh sebagian mahasiswa yang bermasalah dengan rasa percaya dirinya. Faktor lainnya karena kurangnya semangat untuk mengupgrade kapasitas dirinya. Akibatnya ketika ada fokum kajian, enggan untuk datang, ada seminar walaupun gratis tidak suka menghadirinya, bahkan pada saat kerja kelompok mengerjakan tugas, cenderung menjadi penonton dengan sikap silent readernya.  Untuk mengatasinya perlu dimulai dengan menumbuhkan kesadaran diri dalam belajar. jadikan ilmu itu kebutuhan. Karena ilmu adalah pelita kehidupan. Selanjutnya tingkatkan rasa percara diri untuk bergabung dalam forum diskusi, forum ilmiah. Mulai beranikan diri untuk berargumentasi. Maka cara termudah adalah jadikan sosial media sarana kita melatih berargumen. Tentu harus dengan hati-hati didukung oleh rujukan yang kuat. Agar argumen kita tidak ada unsur miskonsepsi dan lain-lain. Sekalipun terjadi hal tersebut, lalu orang lain meluruskan, maka pasang sikap terbuka dengan masukan dan evaluasi dari orang lain. Jangan menutup diri sehingga anti kritik.

14.  Membaca cepat tetapi tidak atau kurang memahami isinya. Membaca cepat memang merupakan sebuah metode membaca yang baik dengan syarat harus tahu ilmunya. Pada saat kita menyadari kelemahan mencerna informasi yang kita baca, maka sebaiknya gunakan metode membaca yang normal agar kemampuan otak mencerna bacaan dapat terbantu. Sehingga informasi yang dapat diserap lebih banyak dan bertahan lebih lama.

Dari keempat belas kesalahan umum dalam belajar di atas, kesalahan yang mana saja yang biasa kita lakukan? Dan apakah kita sudan menemukan cara untuk mengatasinya? Mari mulai bangun kasmaran dengan belajar. cintai belajar sebagai kebutuhan. Jangan dipandang hanya sedekar tuntutan apalagi beban.

Bandung, 23 Februari 2017
Ence Surahman
(Pembelajar dan teman belajar para pelajar)





Referensi:
Hamalik, Oemar. (1983). Metoda Belajar dan Kesulitan-Kesulian Belajar. Bandung. Tarsito.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANYA JAWAB TENTANG KURIKULUM

Ence Surahman (0800201) Mhs. Konsentrasi Pendidikan Guru TIK Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung 1. Dari penelusuran saudara mengenai pengertian kurikulum dari berbagai sumber, jawablah pertanyaan berikut ini dengan tepat: a. Jelaskan dimensi-dimensi pengertian kurikulum yang saudara ketahui! Dalam buku Kurikulum dan Pembelajaran yang disusun oleh tim dosen MKDU Kurikulum Pembelajaran, dan juga dari berbagai artikel-artikel di internet yang membahas tentang dimensi-dimensi kurikulum, dapat saya tuliskan sebagaimana berikut ini: 1. Dimensi kurikulum sebagai suatu gagasan (Ide), mengandung makna bahwa kurikulum adalah sekumpulan ide yang akan dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum selanjutnya 1, saya tambahkan bahwa yang dimaksud kurikulum sebagi ide itu adalah dalam termuat maksud bahwa kurikulum berdasarkan hasil penelitian, analisis, pengamatan dan pengalaman sebagai sumber gagasan dan pemiki

Tanya Jawab Seputar Inovasi Pendidikan

By: Ence Surahman 1. Jelaskan pengertian; Invensi, diskoveri dan inovasi dengan contohnya masing-masing! Jawab: Invensi adalah suatu penemuan yang benar-benar baru hasil kreasi manusia. Contohnya penemuan dalam bidang pendidikan, meliputi teori-teori belajar, atau penemuan hasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya komputer dalam membantu memudahkan aktivitas manusia. Diskoveri adalah suatu penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, hanya belum diketahui orang. Contohnya penemuan benua, pada dasarnya benuanya sudah ada, hanya baru ditemukan oleh seseorang dan baru dipublikasikan. Atau penemuan palung laut yang terdalam, sebelumnya palung itu sudah ada. Namun karena belum ditemukan jadinya belum diketahui khalayak dan setelah ditemukan barulah bisa diketahui oleh orang banyak. Inovasi adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat),

SOAL DAN JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

DIJAWAB OLEH: ENCE SURAHMAN (0800201) MAHASISWA SEMESTER IV KONSENTRASI PENDIDIKAN GURU TIK  PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN TAHUN AKADEMIK 2010   SOAL DAN JAWABAN.  1. Proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dapat mendorong dan membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan secara berpikir ilmiah serta menanamkan tugas saudara, Jelaskan model pembelajaran apa ( dapat lebih dari satu) yang dapat membentuk kemampuan siswa tersebut, dikaji dari) 1. Konsep, 2, karakteristik dan filsafatnya 4, tingkat (usia) berapa tahun sebaiknya siswa menguasi kemampuan tersebut Jawaban: Model-model pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir ilmiah siswa. a. Model pembelajaran berbasis masalah (PBM)/ (Learning Basic Problem Model) Pembelajaran berbasis masalah adalah pola pembelajaran individu yang menuntut individu itu untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam menggunakan intelegensinya untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan dan konste